Jumat, 29 Juni 2012

Tumbuhan Yang Ampuh Mencegah Global Warmin

Bungur & Mahoni


       Dikenal mampu menyerap polutan seperti timbal. Maka kedua pohon ini sebaiknya ditanam untuk penghijauan di kota-kota besar, dekat jalan protokol yang padat lalu lintasnya. Bukan rahasia lagi kalau kendaraan bermotor menjadi penyumbang timbal terbesar di udara Sebaliknya, pohon seperti akasia sebaiknya jangan dijadikan pohon jalur hijau. Mengapa? karena akasia menjadi salah satu pencetus asma. Begitu juga pohon palem yang indah bentuknya, tak begitu besar manfaatnya.

Lumut


       Lumut yang menempel di batang pohon mampu mendeteksi tingkat polusi udara suatu daerah. Semakin banyak lumut menempel di sebuah pohon berarti semakin baik kualitas udara di tempat itu.

Tanaman Sirih Belanda


      Tanaman perdu yang bisa tumbuh dimana saja, termasuk di dalam pot di halaman rumah ini mampu menyerap formaldehida dan benzena. Hasilnya rumah pun lebih segar dan lega untuk bernafas.

Kembang Sepatu


       Mampu menyerap nitrogen sehingga membuat paru-paru kita jadi lega. Namun jangan sekali-sekali menanam bunga kembang sepatu di dekat ruang Radiografi. Tanaman ini berfungsi meneruskan radiasi sehingga berbahaya bagi orang di sekitar tempat radiografi tersebut.

Sansevieria


       Kalau kembang sepatu berfungsi melanjutkan radiasi, tidak demikian dengan tanaman sansevieria ini. Sansevieria mampu menyerap 107 jenis racun, termasuk polusi udara, asap rokok (nikotin), hingga radisi nuklir, sehingga cocok dijadikan penyegar. Oya, kaktus juga bisa menghambat radiasi.

Pohon Trembesi


      Mampu menyerap karbondioksida dalam jumlah yang besar, sehingga sangat disarankan untuk ditanam sebagai pohon penghijauan. Namun trembesi membutuhkan lahan yang cukup luas.


Sumber

Menghemat Energi Secara Efisien

   Penghematan energi atau konservasi energi adalah tindakan mengurangi jumlah penggunaan energi. Penghematan energi dapat dicapai dengan penggunaan energi secara efisien dimana manfaat yang sama diperoleh dengan menggunakan energi lebih sedikit, ataupun dengan mengurangi konsumsi dan kegiatan yang menggunakan energi. Penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya biaya, serta meningkatnya nilai lingkungan, keamanan negara, keamanan pribadi, serta kenyamanan. Organisasi-organisasi serta perseorangan dapat menghemat biaya dengan melakukan penghematan energi, sedangkan pengguna komersial dan industri dapat meningkatkan efisiensi dan keuntungan dengan melakukan penghemaan energi.


         Penghematan energi adalah unsur yang penting dari sebuah kebijakan energi. Penghematan energi menurunkan konsumsi energi dan permintaan energi per kapita, sehingga dapat menutup meningkatnya kebutuhan energi akibat pertumbuhan populasi. Hal ini mengurangi naiknya biaya energi, dan dapat mengurangi kebutuhan pembangkit energi atau impor energi. Berkurangnya permintaan energi dapat memberikan fleksibilitas dalam memilih metode produksi energi.


       Selain itu, dengan mengurangi emisi, penghematan energi merupakan bagian penting dari mencegah atau mengurangi perubahan iklim. Penghematan energi juga memudahkan digantinya sumber-sumber tak dapat diperbaharui dengan sumber-sumber yang dapat diperbaharui. Penghematan energi sering merupakan cara paling ekonomis dalam menghadapi kekurangan energi, dan merupakan cara yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan meningkatkan produksi energi.


Sumber

Sabtu, 05 Mei 2012

Peraturan No.53 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN 2002
TENTANG
HUTAN KOTA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hutan Kota.
Mengingat :
  1. Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034);
  3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
  4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
  5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
  6. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557);
  7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
  8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
  9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4206);
  15. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4207).

Peraturan Memasuki Area Hutan Lindung Sungai Wain

kenapa nyu share itu * karna ini adalah tugas dari tugas sekolah PKLH Ok!
1.Wajib Lapor Pada Petugas
2.Wajib Didampingi Petugas
3.Dilarang Membuang Sampah Sembarangan
3.Di Larang Menggangu Dan memberi makan Hewan di lingukan HLSW (Hutan Lindung Sungai Wain)
5.Dilarang Memumungut/Memetik Dan Merusak Tumbuhan Di Lingkungan HLSW (Are Dilindungi)

*Wah Wah Jika Kalian! memasukiwilayah yanf di lindungi Seperti HLSW ini sahabt nyu harus menaati peraturan ya! kita harus menjaga nya! bukan malah merusaknya kawan!



Tujuan Di adakannya Cagar Alam dan Margasatwa

Bumi Alam dan Lingkungannya
Image Keanekaragaman hayati dan hewani di Indonesia membuat perlunya sebuah tempat untuk melindungi dan melestarikan keragaman tersebut. Karenanya, pemerintah Indonesia membuat beberapa tempat, diantaranya adalah cagar alam dan suaka margasatwa. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan Suaka Margasatwa:
  1. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;
  2. merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah;
  3. memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
  4. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau
  5. mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
Image Pemerintah bertugas mengelola kawasan Suaka Margasatwa. Suatu kawasan Suaka Margasatwa dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan Suaka Margasatwa sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan Suaka Margasatwa dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : 
  1. perlindungan dan pengamanan kawasan
  2. inventarisasi potensi kawasan
  3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
  4. pembinaan habitat dan populasi satwa
Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan :
  1. pembinaan padang rumput
  2. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa
  3. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa
  4. penjarangan populasi satwa
  5. penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau
  6. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.
Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Suaka Margasatwa alam adalah :
  1. melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
  2. memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
  3. memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
  4. menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau
  5. mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa
Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti :
  1. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau
  2. membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.
Sesuai dengan fungsinya, Suaka Margasatwa dapat dimanfaatkan untuk
  1. penelitian dan pengembangan
  2. ilmu pengetahuan
  3. pendidikan
  4. wisata alam terbatas
  5. kegiatan penunjang budidaya.
Kegiatan penelitian di atas, meliputi :
  1. penelitian dasar
  2. penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya.
Beberapa Suaka Margasatwa di Indonesia : 
  1. Langkat barat dan langkat selatan di Sumatera Utara
  2. Kerumutan di Riau
  3. Berbak di Jambi
  4. Way Kambas di Lampung
  5. Pangandaran di Jawa Barat
  6. Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat

Ciri Ciri Rumah Yang Sheat Dan Bersih


Ciri Rumah Sehat dan Baik

Menjaga lingkungan rumah selalu bersih dan sehat berdampak positif bagi kualitas hidup seluruh anggota keluarga. Sebuah perubahan kecil akan membawa dampak besar bagi kesehatan keluarga. Lingkungan sangat erat kaitannya dengan rumah singgah anda. Untuk itu perhatikan tentang rumah sehat bagi keluarga anda.
Rumah sehat akan berpengaruh besar terhadap kesehatan lingkungan penghuninya. Memiliki rumah sehat tentunya akan memberikan rasa nyaman bagi penghuninya. Salah satu ciri rumah sehat adalah memiliki sistem sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik. Sistem sirkulasi udara dapat diciptakan dengan menggunakan lubang angin atau ventilasi udara.
Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinkes Kota Surabaya Nur Ilmiah, SKM mengatakan, agar udara dapat mengalir, harus dibuat ventilasi pada dua sisi ruang. Udara akan bergerak dari lubang di sisi yang satu ke lubang disisi yang lain, itulah salah satu contoh rumah sehat.
Ada beberapa hal yang Nur Ilmiah utarakan hal yang memenuhi syarat untuk rumah sehat, yakni :
1. Jendela berfungsi dengan baik dengan ukuran yang memadai. Jendela ada dua sisi yang berbeda, sehingga bisa menjadi jalannya udara yang baru. Pada setiap ruangan sebaiknya dibuatkan jendela kaca yang berhubungan dengan ruang luar. Dalam menentukan letak jendela, harus diperhatikan untuk mengarah ke matahari. Cahaya matahari yang terlalu panas, gunakan kanopi jendela untuk menaungi jendela dari cahaya matahari langsung.
2. Ventilasi udara adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik. Minimal ventilasi udara berukuran lebih 10 persen dari luas lantai.
3. Pencahayaan ruangan dengan standar mata normal bisa membaca tanpa sinar lampu tambahan.
4. Lubang asap dapur lebih besar 10 persen dari luas tanah lantai.
5. Lingkungan tidak padat penghuni luas lantai rumah per penghuni lebih besar 10 m2.
6. Kandang hewan harus terpisah dengan rumah. Misalkan anda mempunyai ternak maka kandangnya harus terpisah dari rumah.
7. Konstruksi rumah, bangunan permanen dengan tembok, bata plesteran, serta papan kedap air.
8. Sanitasi yang benar.

Ciri Rumah Sehat dan Baik
Sedangkan sarana Sanitasi yang benar yakni :
a. Sarana air milik sendiri, memenuhi syarat kesehatan (MS).
b. Jamban leher angsa atau septic tank.
c. Terdapat sarana pembuangan air limbah yakni dapat diserap dan tidak mencemari sumber air (jarak dengan sumber air lebih dari 10 m) dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota) untuk diolah lebih lanjut.
d. Tempat sampah yang kedap air dan tertutup.
Rumah sehat juga dipengaruhi oleh kebiasaan penghuninya. Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penularan berbagai penyakit. Agar tidak terjadi, maka seharusnya perilaku penghuni memperhatikan beberapa hal :
1. Membersihkan tempat jentik berkembang agar rumah bebas jentik. Indek jentik nyamuk tidak lebih dari 5 persen.
2. Bersihkan dari hal-hal yang mempengaruhi tikus datang ke rumah anda. Pastikan rumah anda bebas tikus.
3. Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari.
4. Memanfaatkan pekarangan, misalnya dengan menanami bunga, atau Toga, sehingga ada upaya penghijauan.
5. Membuang tinja bayi atau Balita ke jamban, jangan meremehkan tinja bayi dan dibuang sembarangan. Karena tinja bayi sama halnya dengan tinja orang dewasa.
6. Membuang sampah pada tempat sampah, sampah hendaknya dibuang setiap hari pada sampah besar yang akan dibawa oleh petugas sampah.

Tujuan PKLH

TUJUAN PKLH

Pendidikan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan kesadaran dan perlibatan masyarkat secara aktif dalam masalah-masalah lingkungan, atau menurut Jayasurya tujuan pendidikan lingkungan hidup ialah agar para pelajar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya masalah lingkungan.
Dalam tujuan umum (visi) pendidikan kependududkan dan lingkungan hidup ini terkandung unsur tujuan lain (Misi) yang meliputi pembinaan unsur: pengetahuan, kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan pelestarisn dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Adapun tujuan khusus pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup mencakup:
a. mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat memenuhi kebutuhan dari lingkungannya.
b. Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya kini dan mendatang;
c. Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan biofisikanya;
d. Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan mengembangkan lingkungan menuju pemecahan masalahnya;
e. Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan;
f. Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan.
Berdasarkan tujuan di atas maka suatu program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek psikomotoriknya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) haruslah:
a. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
b. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal
c. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
d. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
e. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
f. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
g. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
h. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
i. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
j. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
k. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).
B. Tujuan dan Manfaat PKLH sebagai Program Pendidikan
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran “Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Pendidikan Kependidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program kependidikan untuk membina anak atau peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Untuk lebih memahami konsep PKLH maka perlu dimengerti hal-hal berikut ini:
a. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala mahluk hidup, benda, dan daya serta manusia dengan segala perilakunya, yang saling berhubungan secara timbal balik, dimana perubahan slah satu komponennya akan mempengaruhi komponen yang lain.
b. Manusia
Manusia adalah mahluk yang relatif paling sempurna memiliki daya pikir, kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan hati nurani yang mendorong untuk berbuat dan berperilaku melebihi mahluk hidup lain. Agar keberadaan manusia dan perilakunya sebagai komponen tidak mengganggu keseimbangan lingkungan hidup, maka seluruh potensi psikologis yang mendasari perilakunya harus dibina melalui program pendidikan. Kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan pertumbuhan dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap menjaga kelestarian daya dukung lingkungan, dan sedapat mungkin untuk meningkatkannya.
c. Ilmu Kependudukan
Ilmu kependudukan (Demografi) adalah studi tentang jumlah, pertumbuhan, persebaran, komposisi kependudukan serta bagaimana keempat faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dalam prakteknya ilmu kependudukan selalu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain serta sulit dibedakan dengan studi kependudukan. Studi kependudukan mempelajari secara sistematis perkembangan, fenomea-fenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya.
d. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang memberikan harapan untuk meunjang upaya memecahkan masalah jangka panjang. Program pembinaan dan pengendalian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) perlu dilaksanakan secara terencana, sistematik, terarah dan berkesinambungan. Program pendidikan selalu berkembang dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dunia pendidikan berfungsi sebagai tempat mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus sebagai wadah untuk memperkenalkan dan membina norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan perkembangan kebudayaan nasional. Pada akhirnya nanti kesadaran dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup dapat terwujud.
Dari uraian di atas semakin jelas bahwa program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dirasa dan mutlak diperlukan sebagai salah satu alternatif guna menjawab tantangan masalah kependudukan dan lingkungan hidup yang berkembang saat ini dan yang akan datang..
Evolusi pendidikan lingkungan hidup dari dahulu sampai sekarang, tetap mengandung pesan yang tidak berubah yakni peningkatan kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan dan partisipasi masayrakat tentang bagaimana menjadi warga negara yang berawawasan lingkungan. Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah ”Pendidikan lingkungan hidup hendaknya diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat secara formal melalui sekolah-sekolah/lembaga/lembaga kependidikan dan secara nonformal seperti melalui berbagai pertemuan atau berbagai kelembagaan organisasi”, oleh karena itu metodologi pendidikan lingkungan yang merupakan integral dari plekasanaan pendiidkan lingkungan hidup secara formal harus dimiliki oleh semua lapisan masyarakat baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Dalam hal terutama para pembina pendidikan harus mengetahui dan memamhami konsep pembangunan berawawasan lingkungan adalah bagaimana setiap negara dapat terus membangun untuk mememnuhi kebutuhan dasar manusia dengan cepat, seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang juga bertambah dengan cepat.
Secara lebih jelas batasan pendidikan lingkungan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan suatu penduduk dunia yang sadar dan peduli terhadap berbagai persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen, serta keterampilan untuk bekerja sama secara individual atau kolektif dalam rangka memecahkan maslah-masalah lingkungan dan mampu memecahkan timbulnya masalah baru. Tidak terlepas dari penduduk dunia, penduduk Indonesia pun dapat mencapai tujuan tersebut, ini jelas merupakan tugas berat bagi para pembina, bagi para pendidik khususnya di sekolah-sekolah formal, sehingga diperlukan strategi yang tepat.
Keberhasilan pelaksanaan PKLH ditentukan oleh kejelasan tujuan atau sasaran yang hendak dituju. Secara umum dan operasional tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan anak didik agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan serta dapat mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung jawab dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber alam secara bijaksana demi tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup baik secara spiritual maupun materil.
Tujuan umum di atas dapat dikelompokkan menjadi dua aspek besar yang ingin dicapai, yaitu:
a. Agar anak didik mau bersikap dan bertingkah laku reproduktif yang rasional dan bertanggung jawab melalui pembentukan keluarga kecil dalam lingkungan hidup yang dikelola secara serasi dengan kepentingan individu dan keluarganya sendiri.
b. Agar anak didik bersikap dan bertingkah laku rasional dan bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup dilihat dari kepentingan masyarakat umum, bangsa dan dunia secara keseluruhan.
Secara lebih terinci tujuan PKLH sebagai program pendidikan formal dan nonformal adalah untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan tingkatan perkembangan, kebutuhan, minat, dan kemampuan dalam hal:
a. Pengetahuan dan pengertian tentang kependudukan dan lingkungan hidup serta berbagai kaitannya dengan manusia dan perkembangannya.
b. Kesadaran dan tanggap terhadap perubahan lingkungan dalam kaitannya dengan perubahan penduduk dan lingkungan hidup.
c. Perilaku dan etika pribadi yang menjamin hubungan yang serasi antara penduduk dan lingkungan.
d. Keterampilan dalam melihat, mengenal dan menanggapi berbagai masalah penduduka dan lingkungannya.
e. Rasa bertanggung jawab dan keinginan untuk berperan serta dalam memecahkan masalah –masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
f. Mengevaluasi kualitas lingkungan dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup manusia
g. Memilih alternatif dalam pengelolaan lingkungan bagi kesejahteraan penduduk tanpa merusak keserasian proses regenerasi.
h. Dasar pengetahuan bagi pengembangan kemampuan profesional dalam pendayagunaan, pelestarian dan peningkatan daya dukung sumber daya yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah”.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive,desain grafis;
b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
a. berfikir kritis
b. berfikir kreatif
c. berfikir secara integratif
d. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
a. Pilar Ekonomi
Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan.
b. Pilar Sosial
Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan.
c. Pilar Lingkungan
Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan yakni suatu proses yang terus menerus, yang selalu “mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif” sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran” (the consice of the consciousness).
Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:
a. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga
b. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain
c. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok
d. Aspek sensorik dan monotorik, bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin
e. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan
C. Pendekatan PKLH
Perlindungan terhadap sumber daya alam merupakan pertanyaan dasar atas eksistensi setiap orang dan seluruh umat manusia. Oleh karena itu sekolah mempunyai kewajiban untuk membangkitkan kepekaan dan kesadaran akan lingkungan pada kaum remaja, membuka wawasan dan mendidik mereka untuk berinteraksi dan bersikap dengan penuh tanggung jawab. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 008C/U/1975 menetapkan bahwa Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mulai diterapkan di Sekolah Dasar (SD). Dalam Surat Keputusan tersebut dinyatakan bahwa PKLH diajarkan tidak dalam bentuk mata pelajaran tersendiri, tetapi dalam bentuk kesatuan dengan mata pelajaran dan bidang studi tertentu melalui pendekatan terpadu (integratif).
Pengajaran Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) khususnya melalui jalur pendidikan formal dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan monolitik dan pendekatan integratif.
a. Pendekatan monolitik
Pendekatan ini bertitik tolak dari pandangan bahwa setiap pelajaran merupakan sebuah komponen yang berdiri sendiri dan mempunyai tujuan tertentu dalam satu kesatuan sistem. Pendekatan monolitik dalam PKLH berarti PKLH merupakan satu mata pelajaran yang beridiri sendiri sejajar dengan mata pelajaran lain, diajarkan oleh tenaga pengajar (guru) tertentu serta memiliki jumlah jam pelajaran tersendiri setiap minggunya yang telah ditentukan pula.
Bila pendekatan monolitik diterapkan di sekolah formal, maka berabgai kendala akan segera muncul bersamaan dengan diterapkannya pendekatan tersebut. Kendala ini terutama menyangkut masalah kurikulum sekolah yang sampai saat ini dirasa sudah terlalu sarat serta pelaksanaannya telah menyita waktu pelajaran yang termasuk cukup banyak. Kendala lain menyangkut maslah penyediaan tenaga pengajar khususnya yang telah memiliki kompetensi dalam bidang ini. Mengingat keterbatasan dalam hal yang telah dikemukakan di depan, maka pendekatan monolitik dalam PKLH tidak digunakan pada jenjang pendidikan tertentu.
b. Pendekatan integratif (terpadu)
Yang dimaksud dengan pendekatan integratif (terpadu) dalam PKLH adalah memadukan atau meyatukan materi PKLH ke dalam mata pelajaran tertentu. Pendekatan ini muncul bertolak dari kenyataan sebagaimana telah dikemukakan didepan bahwa bahan kurikulum sekolah yang ada sudah terlalu sarat sehingga tidak memungkinkan lagi untuk menambah mata pelajaran baru.
Kita semua mungkin dapat memahami bahwa dengan masuknya unsur-unsur baru dalam kurikulum sekolah sesungguhnya semakin terasa kegunaannya bagi para siswa. Untuk mangatasi masalah ini maka ditempuh pendekatan integratif dengan pertimbangan bahwa unsur baru tersebut dapat dimasukkan tanpa harus menambah jumlah mata pelajaran.
Tekhnik pengintegrasian materi PKLH sepenuhnya diserahkan kepada guru mata pelajaran terkait. Perlu diketahui bahwa tidak semua pokok bahasan/konsep/nilai yang dipelajari dalam mata pelajaran terkait dapat menyerap materi PKLH. Pengitegrasian yang dipaksakan tentu akan menimbulkan masalah baru, disamping hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hanya pokok bahasan/konsep/nilai yang memilki hubungan yang erat dengan PKLH. Hal ini perlu kita pahami mengingat pengitegrasian yang diharapkan dalam PKLH adalah itegrasi konseptual yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis berdasarkan kurikulum.
Integrasi konseptual dapat terwujud apabila materi pokok bahasan PKLH dan mata pelajaran terkait benar-benar menyatu, saling mengisi dan menunjang serta memperkaya pengetahuan dan pemahaman siswa. Perumusan program yang baik belum menjamin keberhasilan pembelajaran. Masih ada faktor lain yang turut menentukan yaitu tingkat keterlaksanaan proses belajar mengajar serta aspek penilaian. Untuk itu seorang guru dituntut menguasai dengan baik strategi belajar mengajar sehingga menunjang tingkat keterlaksanaan program belajar mengajar tersebut. Pada akhirnya pengintegrasian itupun harus tercermin pula dalam penilaian.
Pendekatan ini dilaksanakan bertolak dari kenyataan bahwa materi kurikulum sudah terlalu banyak. Dalam pendekatan ini, materi PLH dipadukan kedalam mata pelajaran yang dianggap relevan dalam kurikulum yang berlaku.
Dalam sekolah diharapkan sebanyak mungkin tenaga guru yang aktif dalam PKLH. Dengan banyaknya guru yang aktif akan memudahkan jalinan kerjasama, baik didalam sekolah maupun diantara sekolah-sekolah dengan lembaga-lembaga terkait dan masyarakat. Kerjasama dengan pihak luar dapat dilakukan dengan orang tua peserta didik (agar hal-hal yang sudah diajarkan disekolah dapat pula dibina di rumah), kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat umum.
PKLH tidak terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja, melainkan menyangkut seluruh kehidupan sekolah. Berbagai aspek kegiatan sekolah, selalu diwarnai PKLH. Misalnya pada saat perayaan Hari Bumi (22 April), dan Hari Lingkungan Hidup (5 Juni) dengan penanaman pohon; membahas masalah lingkungan yang sedang terjadi seperti banjir, kebakaran hutan, pencemaran, dll; studi lapangan dengan mengamati langsung objek lingkungan; penataan ruang kelas dan lingkungan sekolah; gerakan kebersihan; dan efisiensi dalam pemakaian seumber daya alam.