Sabtu, 05 Mei 2012

Peraturan No.53 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN 2002
TENTANG
HUTAN KOTA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hutan Kota.
Mengingat :
  1. Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034);
  3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
  4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
  5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
  6. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557);
  7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
  8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
  9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4206);
  15. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4207).

Peraturan Memasuki Area Hutan Lindung Sungai Wain

kenapa nyu share itu * karna ini adalah tugas dari tugas sekolah PKLH Ok!
1.Wajib Lapor Pada Petugas
2.Wajib Didampingi Petugas
3.Dilarang Membuang Sampah Sembarangan
3.Di Larang Menggangu Dan memberi makan Hewan di lingukan HLSW (Hutan Lindung Sungai Wain)
5.Dilarang Memumungut/Memetik Dan Merusak Tumbuhan Di Lingkungan HLSW (Are Dilindungi)

*Wah Wah Jika Kalian! memasukiwilayah yanf di lindungi Seperti HLSW ini sahabt nyu harus menaati peraturan ya! kita harus menjaga nya! bukan malah merusaknya kawan!



Tujuan Di adakannya Cagar Alam dan Margasatwa

Bumi Alam dan Lingkungannya
Image Keanekaragaman hayati dan hewani di Indonesia membuat perlunya sebuah tempat untuk melindungi dan melestarikan keragaman tersebut. Karenanya, pemerintah Indonesia membuat beberapa tempat, diantaranya adalah cagar alam dan suaka margasatwa. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan Suaka Margasatwa:
  1. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;
  2. merupakan habitat dari suatu jenis satwa langka dan atau dikhawatirkan akan punah;
  3. memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
  4. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; dan atau
  5. mempunyai luasan yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
Image Pemerintah bertugas mengelola kawasan Suaka Margasatwa. Suatu kawasan Suaka Margasatwa dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan Suaka Margasatwa sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan.
Upaya pengawetan kawasan Suaka Margasatwa dilaksanakan dalam bentuk kegiatan : 
  1. perlindungan dan pengamanan kawasan
  2. inventarisasi potensi kawasan
  3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.
  4. pembinaan habitat dan populasi satwa
Pembinaan habitat dan populasi satwa, meliputi kegiatan :
  1. pembinaan padang rumput
  2. pembuatan fasilitas air minum dan atau tempat berkubang dan mandi satwa
  3. penanaman dan pemeliharaan pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon sumber makanan satwa
  4. penjarangan populasi satwa
  5. penambahan tumbuhan atau satwa asli, atau
  6. pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.
Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Suaka Margasatwa alam adalah :
  1. melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
  2. memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
  3. memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
  4. menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau
  5. mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa
Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti :
  1. memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau
  2. membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.
Sesuai dengan fungsinya, Suaka Margasatwa dapat dimanfaatkan untuk
  1. penelitian dan pengembangan
  2. ilmu pengetahuan
  3. pendidikan
  4. wisata alam terbatas
  5. kegiatan penunjang budidaya.
Kegiatan penelitian di atas, meliputi :
  1. penelitian dasar
  2. penelitian untuk menunjang pemanfaatan dan budidaya.
Beberapa Suaka Margasatwa di Indonesia : 
  1. Langkat barat dan langkat selatan di Sumatera Utara
  2. Kerumutan di Riau
  3. Berbak di Jambi
  4. Way Kambas di Lampung
  5. Pangandaran di Jawa Barat
  6. Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat

Ciri Ciri Rumah Yang Sheat Dan Bersih


Ciri Rumah Sehat dan Baik

Menjaga lingkungan rumah selalu bersih dan sehat berdampak positif bagi kualitas hidup seluruh anggota keluarga. Sebuah perubahan kecil akan membawa dampak besar bagi kesehatan keluarga. Lingkungan sangat erat kaitannya dengan rumah singgah anda. Untuk itu perhatikan tentang rumah sehat bagi keluarga anda.
Rumah sehat akan berpengaruh besar terhadap kesehatan lingkungan penghuninya. Memiliki rumah sehat tentunya akan memberikan rasa nyaman bagi penghuninya. Salah satu ciri rumah sehat adalah memiliki sistem sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik. Sistem sirkulasi udara dapat diciptakan dengan menggunakan lubang angin atau ventilasi udara.
Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinkes Kota Surabaya Nur Ilmiah, SKM mengatakan, agar udara dapat mengalir, harus dibuat ventilasi pada dua sisi ruang. Udara akan bergerak dari lubang di sisi yang satu ke lubang disisi yang lain, itulah salah satu contoh rumah sehat.
Ada beberapa hal yang Nur Ilmiah utarakan hal yang memenuhi syarat untuk rumah sehat, yakni :
1. Jendela berfungsi dengan baik dengan ukuran yang memadai. Jendela ada dua sisi yang berbeda, sehingga bisa menjadi jalannya udara yang baru. Pada setiap ruangan sebaiknya dibuatkan jendela kaca yang berhubungan dengan ruang luar. Dalam menentukan letak jendela, harus diperhatikan untuk mengarah ke matahari. Cahaya matahari yang terlalu panas, gunakan kanopi jendela untuk menaungi jendela dari cahaya matahari langsung.
2. Ventilasi udara adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik. Minimal ventilasi udara berukuran lebih 10 persen dari luas lantai.
3. Pencahayaan ruangan dengan standar mata normal bisa membaca tanpa sinar lampu tambahan.
4. Lubang asap dapur lebih besar 10 persen dari luas tanah lantai.
5. Lingkungan tidak padat penghuni luas lantai rumah per penghuni lebih besar 10 m2.
6. Kandang hewan harus terpisah dengan rumah. Misalkan anda mempunyai ternak maka kandangnya harus terpisah dari rumah.
7. Konstruksi rumah, bangunan permanen dengan tembok, bata plesteran, serta papan kedap air.
8. Sanitasi yang benar.

Ciri Rumah Sehat dan Baik
Sedangkan sarana Sanitasi yang benar yakni :
a. Sarana air milik sendiri, memenuhi syarat kesehatan (MS).
b. Jamban leher angsa atau septic tank.
c. Terdapat sarana pembuangan air limbah yakni dapat diserap dan tidak mencemari sumber air (jarak dengan sumber air lebih dari 10 m) dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota) untuk diolah lebih lanjut.
d. Tempat sampah yang kedap air dan tertutup.
Rumah sehat juga dipengaruhi oleh kebiasaan penghuninya. Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penularan berbagai penyakit. Agar tidak terjadi, maka seharusnya perilaku penghuni memperhatikan beberapa hal :
1. Membersihkan tempat jentik berkembang agar rumah bebas jentik. Indek jentik nyamuk tidak lebih dari 5 persen.
2. Bersihkan dari hal-hal yang mempengaruhi tikus datang ke rumah anda. Pastikan rumah anda bebas tikus.
3. Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari.
4. Memanfaatkan pekarangan, misalnya dengan menanami bunga, atau Toga, sehingga ada upaya penghijauan.
5. Membuang tinja bayi atau Balita ke jamban, jangan meremehkan tinja bayi dan dibuang sembarangan. Karena tinja bayi sama halnya dengan tinja orang dewasa.
6. Membuang sampah pada tempat sampah, sampah hendaknya dibuang setiap hari pada sampah besar yang akan dibawa oleh petugas sampah.

Tujuan PKLH

TUJUAN PKLH

Pendidikan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan kesadaran dan perlibatan masyarkat secara aktif dalam masalah-masalah lingkungan, atau menurut Jayasurya tujuan pendidikan lingkungan hidup ialah agar para pelajar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya masalah lingkungan.
Dalam tujuan umum (visi) pendidikan kependududkan dan lingkungan hidup ini terkandung unsur tujuan lain (Misi) yang meliputi pembinaan unsur: pengetahuan, kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan pelestarisn dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Adapun tujuan khusus pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup mencakup:
a. mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat memenuhi kebutuhan dari lingkungannya.
b. Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya kini dan mendatang;
c. Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan biofisikanya;
d. Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan mengembangkan lingkungan menuju pemecahan masalahnya;
e. Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan;
f. Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan.
Berdasarkan tujuan di atas maka suatu program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek psikomotoriknya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) haruslah:
a. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
b. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal
c. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
d. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
e. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
f. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
g. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
h. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
i. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
j. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
k. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).
B. Tujuan dan Manfaat PKLH sebagai Program Pendidikan
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran “Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Pendidikan Kependidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program kependidikan untuk membina anak atau peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Untuk lebih memahami konsep PKLH maka perlu dimengerti hal-hal berikut ini:
a. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala mahluk hidup, benda, dan daya serta manusia dengan segala perilakunya, yang saling berhubungan secara timbal balik, dimana perubahan slah satu komponennya akan mempengaruhi komponen yang lain.
b. Manusia
Manusia adalah mahluk yang relatif paling sempurna memiliki daya pikir, kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan hati nurani yang mendorong untuk berbuat dan berperilaku melebihi mahluk hidup lain. Agar keberadaan manusia dan perilakunya sebagai komponen tidak mengganggu keseimbangan lingkungan hidup, maka seluruh potensi psikologis yang mendasari perilakunya harus dibina melalui program pendidikan. Kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan pertumbuhan dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap menjaga kelestarian daya dukung lingkungan, dan sedapat mungkin untuk meningkatkannya.
c. Ilmu Kependudukan
Ilmu kependudukan (Demografi) adalah studi tentang jumlah, pertumbuhan, persebaran, komposisi kependudukan serta bagaimana keempat faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dalam prakteknya ilmu kependudukan selalu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain serta sulit dibedakan dengan studi kependudukan. Studi kependudukan mempelajari secara sistematis perkembangan, fenomea-fenomena dan masalah-masalah penduduk dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya.
d. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang memberikan harapan untuk meunjang upaya memecahkan masalah jangka panjang. Program pembinaan dan pengendalian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) perlu dilaksanakan secara terencana, sistematik, terarah dan berkesinambungan. Program pendidikan selalu berkembang dan maju dengan berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dunia pendidikan berfungsi sebagai tempat mewariskan norma dan nilai budaya sekaligus sebagai wadah untuk memperkenalkan dan membina norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan perkembangan kebudayaan nasional. Pada akhirnya nanti kesadaran dan perilaku yang berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup dapat terwujud.
Dari uraian di atas semakin jelas bahwa program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dirasa dan mutlak diperlukan sebagai salah satu alternatif guna menjawab tantangan masalah kependudukan dan lingkungan hidup yang berkembang saat ini dan yang akan datang..
Evolusi pendidikan lingkungan hidup dari dahulu sampai sekarang, tetap mengandung pesan yang tidak berubah yakni peningkatan kesadaran, pengetahuan, sikap, keterampilan dan partisipasi masayrakat tentang bagaimana menjadi warga negara yang berawawasan lingkungan. Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah ”Pendidikan lingkungan hidup hendaknya diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat secara formal melalui sekolah-sekolah/lembaga/lembaga kependidikan dan secara nonformal seperti melalui berbagai pertemuan atau berbagai kelembagaan organisasi”, oleh karena itu metodologi pendidikan lingkungan yang merupakan integral dari plekasanaan pendiidkan lingkungan hidup secara formal harus dimiliki oleh semua lapisan masyarakat baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Dalam hal terutama para pembina pendidikan harus mengetahui dan memamhami konsep pembangunan berawawasan lingkungan adalah bagaimana setiap negara dapat terus membangun untuk mememnuhi kebutuhan dasar manusia dengan cepat, seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang juga bertambah dengan cepat.
Secara lebih jelas batasan pendidikan lingkungan sebagai suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan suatu penduduk dunia yang sadar dan peduli terhadap berbagai persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen, serta keterampilan untuk bekerja sama secara individual atau kolektif dalam rangka memecahkan maslah-masalah lingkungan dan mampu memecahkan timbulnya masalah baru. Tidak terlepas dari penduduk dunia, penduduk Indonesia pun dapat mencapai tujuan tersebut, ini jelas merupakan tugas berat bagi para pembina, bagi para pendidik khususnya di sekolah-sekolah formal, sehingga diperlukan strategi yang tepat.
Keberhasilan pelaksanaan PKLH ditentukan oleh kejelasan tujuan atau sasaran yang hendak dituju. Secara umum dan operasional tujuan PKLH adalah membina dan mengembangkan anak didik agar memiliki sikap dan tingkah laku kependudukan serta dapat mengelola lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung jawab dalam rangka memelihara keseimbangan sistem lingkungan dan penggunaan sumber alam secara bijaksana demi tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup baik secara spiritual maupun materil.
Tujuan umum di atas dapat dikelompokkan menjadi dua aspek besar yang ingin dicapai, yaitu:
a. Agar anak didik mau bersikap dan bertingkah laku reproduktif yang rasional dan bertanggung jawab melalui pembentukan keluarga kecil dalam lingkungan hidup yang dikelola secara serasi dengan kepentingan individu dan keluarganya sendiri.
b. Agar anak didik bersikap dan bertingkah laku rasional dan bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup dilihat dari kepentingan masyarakat umum, bangsa dan dunia secara keseluruhan.
Secara lebih terinci tujuan PKLH sebagai program pendidikan formal dan nonformal adalah untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan tingkatan perkembangan, kebutuhan, minat, dan kemampuan dalam hal:
a. Pengetahuan dan pengertian tentang kependudukan dan lingkungan hidup serta berbagai kaitannya dengan manusia dan perkembangannya.
b. Kesadaran dan tanggap terhadap perubahan lingkungan dalam kaitannya dengan perubahan penduduk dan lingkungan hidup.
c. Perilaku dan etika pribadi yang menjamin hubungan yang serasi antara penduduk dan lingkungan.
d. Keterampilan dalam melihat, mengenal dan menanggapi berbagai masalah penduduka dan lingkungannya.
e. Rasa bertanggung jawab dan keinginan untuk berperan serta dalam memecahkan masalah –masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
f. Mengevaluasi kualitas lingkungan dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup manusia
g. Memilih alternatif dalam pengelolaan lingkungan bagi kesejahteraan penduduk tanpa merusak keserasian proses regenerasi.
h. Dasar pengetahuan bagi pengembangan kemampuan profesional dalam pendayagunaan, pelestarian dan peningkatan daya dukung sumber daya yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah”.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive,desain grafis;
b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
a. berfikir kritis
b. berfikir kreatif
c. berfikir secara integratif
d. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
a. Pilar Ekonomi
Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan.
b. Pilar Sosial
Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan.
c. Pilar Lingkungan
Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan yakni suatu proses yang terus menerus, yang selalu “mulai dan mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran naif” sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran” (the consice of the consciousness).
Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning). Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:
a. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga
b. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain
c. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok
d. Aspek sensorik dan monotorik, bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin
e. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan
C. Pendekatan PKLH
Perlindungan terhadap sumber daya alam merupakan pertanyaan dasar atas eksistensi setiap orang dan seluruh umat manusia. Oleh karena itu sekolah mempunyai kewajiban untuk membangkitkan kepekaan dan kesadaran akan lingkungan pada kaum remaja, membuka wawasan dan mendidik mereka untuk berinteraksi dan bersikap dengan penuh tanggung jawab. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 008C/U/1975 menetapkan bahwa Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mulai diterapkan di Sekolah Dasar (SD). Dalam Surat Keputusan tersebut dinyatakan bahwa PKLH diajarkan tidak dalam bentuk mata pelajaran tersendiri, tetapi dalam bentuk kesatuan dengan mata pelajaran dan bidang studi tertentu melalui pendekatan terpadu (integratif).
Pengajaran Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) khususnya melalui jalur pendidikan formal dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan monolitik dan pendekatan integratif.
a. Pendekatan monolitik
Pendekatan ini bertitik tolak dari pandangan bahwa setiap pelajaran merupakan sebuah komponen yang berdiri sendiri dan mempunyai tujuan tertentu dalam satu kesatuan sistem. Pendekatan monolitik dalam PKLH berarti PKLH merupakan satu mata pelajaran yang beridiri sendiri sejajar dengan mata pelajaran lain, diajarkan oleh tenaga pengajar (guru) tertentu serta memiliki jumlah jam pelajaran tersendiri setiap minggunya yang telah ditentukan pula.
Bila pendekatan monolitik diterapkan di sekolah formal, maka berabgai kendala akan segera muncul bersamaan dengan diterapkannya pendekatan tersebut. Kendala ini terutama menyangkut masalah kurikulum sekolah yang sampai saat ini dirasa sudah terlalu sarat serta pelaksanaannya telah menyita waktu pelajaran yang termasuk cukup banyak. Kendala lain menyangkut maslah penyediaan tenaga pengajar khususnya yang telah memiliki kompetensi dalam bidang ini. Mengingat keterbatasan dalam hal yang telah dikemukakan di depan, maka pendekatan monolitik dalam PKLH tidak digunakan pada jenjang pendidikan tertentu.
b. Pendekatan integratif (terpadu)
Yang dimaksud dengan pendekatan integratif (terpadu) dalam PKLH adalah memadukan atau meyatukan materi PKLH ke dalam mata pelajaran tertentu. Pendekatan ini muncul bertolak dari kenyataan sebagaimana telah dikemukakan didepan bahwa bahan kurikulum sekolah yang ada sudah terlalu sarat sehingga tidak memungkinkan lagi untuk menambah mata pelajaran baru.
Kita semua mungkin dapat memahami bahwa dengan masuknya unsur-unsur baru dalam kurikulum sekolah sesungguhnya semakin terasa kegunaannya bagi para siswa. Untuk mangatasi masalah ini maka ditempuh pendekatan integratif dengan pertimbangan bahwa unsur baru tersebut dapat dimasukkan tanpa harus menambah jumlah mata pelajaran.
Tekhnik pengintegrasian materi PKLH sepenuhnya diserahkan kepada guru mata pelajaran terkait. Perlu diketahui bahwa tidak semua pokok bahasan/konsep/nilai yang dipelajari dalam mata pelajaran terkait dapat menyerap materi PKLH. Pengitegrasian yang dipaksakan tentu akan menimbulkan masalah baru, disamping hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hanya pokok bahasan/konsep/nilai yang memilki hubungan yang erat dengan PKLH. Hal ini perlu kita pahami mengingat pengitegrasian yang diharapkan dalam PKLH adalah itegrasi konseptual yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis berdasarkan kurikulum.
Integrasi konseptual dapat terwujud apabila materi pokok bahasan PKLH dan mata pelajaran terkait benar-benar menyatu, saling mengisi dan menunjang serta memperkaya pengetahuan dan pemahaman siswa. Perumusan program yang baik belum menjamin keberhasilan pembelajaran. Masih ada faktor lain yang turut menentukan yaitu tingkat keterlaksanaan proses belajar mengajar serta aspek penilaian. Untuk itu seorang guru dituntut menguasai dengan baik strategi belajar mengajar sehingga menunjang tingkat keterlaksanaan program belajar mengajar tersebut. Pada akhirnya pengintegrasian itupun harus tercermin pula dalam penilaian.
Pendekatan ini dilaksanakan bertolak dari kenyataan bahwa materi kurikulum sudah terlalu banyak. Dalam pendekatan ini, materi PLH dipadukan kedalam mata pelajaran yang dianggap relevan dalam kurikulum yang berlaku.
Dalam sekolah diharapkan sebanyak mungkin tenaga guru yang aktif dalam PKLH. Dengan banyaknya guru yang aktif akan memudahkan jalinan kerjasama, baik didalam sekolah maupun diantara sekolah-sekolah dengan lembaga-lembaga terkait dan masyarakat. Kerjasama dengan pihak luar dapat dilakukan dengan orang tua peserta didik (agar hal-hal yang sudah diajarkan disekolah dapat pula dibina di rumah), kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat umum.
PKLH tidak terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja, melainkan menyangkut seluruh kehidupan sekolah. Berbagai aspek kegiatan sekolah, selalu diwarnai PKLH. Misalnya pada saat perayaan Hari Bumi (22 April), dan Hari Lingkungan Hidup (5 Juni) dengan penanaman pohon; membahas masalah lingkungan yang sedang terjadi seperti banjir, kebakaran hutan, pencemaran, dll; studi lapangan dengan mengamati langsung objek lingkungan; penataan ruang kelas dan lingkungan sekolah; gerakan kebersihan; dan efisiensi dalam pemakaian seumber daya alam.

PENGERTIAN PENDIDIKAN SECARA ETIMOLOGI DAN EPISTEMOLOGI

obat Jufry, pendidikan so pasti menjadi salah satu kebutuhan pokok setiap manusia dimana indikator manusia itu sendiri biasanya dinilai dari pendidikan yang dimilikinya. Namun sudahkah kita memahami arti dari kata Pendidikan itu sendiri? untuk itu mari kita simak pengertian atau definisi Pendidikan baik secara etimologi maupun epistemologi.


Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan – Red), mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
                
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
                
Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya.
                
Dalam pendidikan terdapat dua hal penting yaitu aspek kognitif (berpikir) dan aspek afektif (merasa). Sebagai ilustrasi, saat kita mempelajari sesuatu maka di dalamnya tidak saja proses berpikir yang ambil bagian tapi juga ada unsur-unsur yang berkaitan dengan perasaan seperti semangat, suka dan lain-lain. Substansi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah membebaskan manusia dan menurut Drikarya adalah memanusiakan manusia. Ini menunjukan bahwa para pakar pun menilai bahwa pendidikan tidak hanya sekedar memperhatikan aspek kognitif saja tapi cakupannya harus lebih luas.

PKLH sebagai Program Pendidikan



PKLH SEBAGAI PROGRAM PENDIDIKAN
PKLH adalah suatu program kependudukan untuk membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Pengenalan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1981 yaitu ditandai dengan dibukanya jurusan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, pada Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta. Yang sekaligus merupakan bentuk respon sektor pendidikan terhadap deklarasi PBB ini sehingga semua insan pembangunan sebagai lulusan sekolah memiliki etika lingkungan. Implementasi program PKLH di sekolah (SD, SLTP, SMU) secara implisit sudah diperkenalkan melalui kurikulum 1984. Setelah sekitar 15 tahun diperkenalkan di sekolah, hasil yang dicapai belum menggembirakan. Realita sehari-hari menunjukkan hampir semua lulusan sekolah belum menampilkan kinerja “ramah lingkungan”. Secara hipotetik dapat dikatakan, program PKLH jalur sekolah “belum jalan”. Dengan logika ini, perlu dilakukan ‘pembenahan’ pada ‘tubuh’ PKLH jalur sekolah. Setelah itu, perlu dirancang dan dibuat kemasan baru program PKLH, baik dari ‘kemasan konsepsi’ maupun dari ‘kemasan implementasi’
Pendidikan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan kesadaran dan perlibatan masyarkat secara aktif dalam masalah-masalah lingkungan, atau menurut Jayasurya tujuan pendidikan lingkungan hidup ialah agar para pelajar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya masalah lingkungan.
Dalam tujuan umum (visi) pendidikan kependududkan dan lingkungan hidup ini terkandung unsur tujuan lain (Misi) yang meliputi pembinaan unsur: pengetahuan, kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan pelestarisn dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Adapun tujuan khusus pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup mencakup:
mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat memenuhi kebutuhan dari lingkungannya.
a.       Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya kini dan mendatang;
b.      Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan biofisikanya;
c.       Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan mengembangkan lingkungan menuju pemecahan masalahnya;
d.      Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan
e.       Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan.

Berdasarkan tujuan di atas maka suatu program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek psikomotoriknya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) haruslah:
a.       Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
b.      Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
c.       Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
d.      Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
e.       Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
f.       Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
g.      Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
h.      Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
i.        Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
j.        Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
k.      Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).

PKLH harus dititikberatkan pada sisi afektif – psikomotorik sehingga siswa tak hanya memiliki ilmu tetapi juga mampu mengubah perilakunya. Mampu “melebur” dengan lingkungannya. Misalnya, siswa melihat bagaimana proses polusi air dan apa dampaknya bagi kesehatan, lalu tahu cara mencegah dan mengolah polusi itu menjadi air yang tak tercemar. Ketika melihat sampah, yang ada di dalam benaknya ialah sumber daya baru yang bahkan mampu menghasilkan uang. Air limbah pun dijadikan potensi pupuk buatan atau didaur ulang menjadi air minum lagi. Pendeknya, PKLH harus mendekatkan guru dan muridnya kepada lingkungan dan menjadi bagian dari solusi, bukan sang penimbul masalah.
Materi PKLH itu pun hendaklah dibatasi agar tak terlalu meluas sehingga menjadi persoalan biologi dan mengaburkan masalah lingkungan yang erat dengan kehidupan sehari-hari. Sebab, telah dipahami bersama bahwa lingkungan itu sangat luas dan semua orang bisa bicara soal lingkungan sesuai dengan persepsi dan latar belakang ilmunya. Kalau tidak dibatasi atau tidak didefinisikan sejak awal, wacana ini akan meluas dan di luar kendali sehingga tujuan PKLH menjadi tidak fokus atau bahkan difus (menyimpang jauh) sehingga tidak praktis dan tidak aplikatif.
Makanya definisi atau “pagar-pagar”-nya harus sudah dibuat terlebih dulu agar PKLH berhasil menjadi pendidikan lingkungan yang erat dengan kehidupan praktis keseharian guru dan murid. Misalnya berkaitan dengan air minum, air limbah, sampah, polusi udara, kesehatan, penyakit menular lewat air, udara, makanan, tanah, dll. Juga upaya sanitasi dan kesehatan lingkungan yang wajib diketahui pada tingkat dasar dan tindakan preventif-kuratif apa saja yang mesti diambil dalam suatu kasus penyakit tertentu misalnya. Inilah PKLH yang implementatif dan berpeluang membentuk perilaku guru dan murid yang berkarib dengan lingkungan, environmentaly friendly, sehingga tak sekadar berwawasan lingkungan.
PKLH ini hendaklah dilaksanakan secara bergradasi, mulai dari kelas satu SD sampai kelas tiga SMA. Tentu saja harus ada perluasan materi yang diberikan meskipun pokoknya tetap sama. Misalnya, bahasan tentang air. Di kelas satu dan dua yang perlu diberikan hanya sebatas beda air jernih, air bersih, dan air limbah atau air kotor. Di kelas yang lebih tinggi, mulai dikenalkan pada parameter kualitasnya secara sambil lalu. Di kelas yang lebih tinggi lagi bisa dikenalkan pada teknologi tradisional-konvensional, selanjutnya masuk ke teknologi madya hingga ke teknologi lanjut. Begitu pun yang berkaitan dengan sampah, udara, kesehatan lingkungan, dll.
Untuk itu seorang guru dituntut menguasai dengan baik strategi belajar mengajar sehingga menunjang tingkat keterlaksanaan program belajar mengajar tersebut. Pada akhirnya pengintegrasian itupun harus tercermin pula dalam penilaian. Pendekatan ini dilaksanakan bertolak dari kenyataan bahwa materi kurikulum sudah terlalu banyak. Dalam pendekatan ini, materi PLH dipadukan kedalam mata pelajaran yang dianggap relevan dalam kurikulum yang berlaku. Dalam sekolah diharapkan sebanyak mungkin tenaga guru yang aktif dalam PKLH. Dengan banyaknya guru yang aktif akan memudahkan jalinan kerjasama, baik didalam sekolah maupun diantara sekolah-sekolah dengan lembaga-lembaga terkait dan masyarakat. Kerjasama dengan pihak luar dapat dilakukan dengan orang tua peserta didik (agar hal-hal yang sudah diajarkan disekolah dapat pula dibina di rumah), kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat umum.
PKLH tidak terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja, melainkan menyangkut seluruh kehidupan sekolah. Berbagai aspek kegiatan sekolah, selalu diwarnai PKLH. Misalnya pada saat perayaan Hari Bumi (22 April), dan Hari Lingkungan Hidup (5 Juni) dengan penanaman pohon; membahas masalah lingkungan yang sedang terjadi seperti banjir, kebakaran hutan, pencemaran, dll; studi lapangan dengan mengamati langsung objek lingkungan; penataan ruang kelas dan lingkungan sekolah; gerakan kebersihan; dan efisiensi dalam pemakaian seumber daya alam.

Pengertian Lingkungan Hidup

Pengertian lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis disebut dengan l’environment.
Dalam kamus lingkungan hidup yang disusun Michael Allaby, lingkungan hidup itu diartikan sebagai: the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism.
S.J. McNaughton dan Larry L. Wolf mengartikannya dengan semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organism Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto, seorang ahli ilmu lingkungan (ekologi) terkemuka mendefinisikannya sebagai berikut: Lingkungan adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita.
Prof. Dr St. Munadjat Danusaputro, SH, ahli hukum lingkungan terkemuka dan Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Padjadjaran mengartikan lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perhuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya.
Menurut pengertian juridis, seperti diberikan oleh Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982
  1. Otto Soemarwoto, Anolisis Mengenal Dampak Lingkungon, Gadjah Mada University Press, 2001.
  2. Michael Allaby, Dictionary of the Environment, The Mac Milian Press, Ltd., London, 1979.
  3. S.J. McNaughton dan Larry 1_. Wolf, General Ecology Second Edition, Saunders College Publishing, 1973.
  4. Otto Soemarwoto, Permosalohan Lingkungan Hidup, dalam Seminar Segi-segi Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup, Binacipta, 1977.
  5. St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungon, Buku I Umum, Binacipta, 1980.
Selanjutnya dalam buku ini disebut UUPLH 1982), lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian ini hampir tidak berbeda dengan yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup No.23 Tahun 1997, yang dalam pembahasan selanjutnya dalam buku ini disebut UUPLH 1997.
Pustaka : Hukum lingkungan dan ekologi pembangunan Oleh Nommy Horas Thombang Siahaan,Indonesia

Baca juga artikel lingkungan di sini:

  • Pengelolaan Lingkungan Hidup itu Wajib!
    Usahan melestarikan lingkungan dari pengaruh dampak pembangunan adalah salah satu usaha yang perlu dijalankan. Pengelolaan lingkungan yang baik dapat mencegah kerusakan lingkungan akibat suatu proyek ...
  • 7 Norma Pemanfaatan & Pelestarian Sumber Daya Alam
    Pemanfaatan sumber daya alam untuk pelestariannya harus dilakukan dalam norma atau ketentuan sebagai berikut. Manusia sebagai bagian dari lingkungan harus menghargai makhluk hidup lain serta lingk...
  • Sejarah dan Latar Belakang Kesehatan Lingkungan
    Semenjak umat manusia menghuni planet bumi ini, sebenamya mereka sudah seringkali menghadapi masalah-masalah kesehatan serta bahaya kematian yang disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan hidup yang ad...
  • FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP BAGI SEMUA
    Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan...
  • Kesadaran Lingkungan
    Melindungi lingkungan bukan hanya suatu komitmen untuk generasi yang akan datang, tetapi ini juga  merupakan kebutuhan komersil perusahaan guna mengembangkan dan memenuhi kewajiban sah mereka. Dala...

Bermacam macam Fungsi Hutan Mangrove Dan Manfaatnya


Manfaat Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut.
Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang” (Macnae,1968).
Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang ada di India, fungsi-­fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada di Indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.
Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya. (Claridge dan Burnett,1993)
Secara fisik mangrove berfungsi dalam peredam angin badai dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.
Ekosistem mangrove mampu menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur.
Secara ekonomi mangrove mampu memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar, bahan kertas, bahan konstruksi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dan juga saat ini ekosistem mangrove sedang dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara.
Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, seperti padang lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memberikan berbagai fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi :
1. Fungsi Fisik
  • Menjaga garis pantai
  • Mempercepat pembentukan lahan baru
  • Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus
  • Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai
  • Mendaur ulang unsur-unsur hara penting
2. Fungsi Biologi -Nursery ground, feeding ground, spawning ground, bagi berbagai spesies udang, ikan, dan lainnya -Habitat berbagai kehidupan liar
3. Fungsi Ekonomi
  • Akuakultur
  • Rekreasi
  • Penghasil kayu
Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.
Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh.
Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air.
Turner (1975) menyatakan bahwa disamping fungsi hutan mangrove sebagai ‘waste land’ juga berfungsi sebagai kesatuan fungsi dari ekosistem estuari yang bersifat:
  1. Sebagai daerah yang menyediakan habitat untuk ikan dan udang muda serta biota air lainnya dalam suatu daerah dangkal yang kaya akan makanan dengan predator yang sangat jarang.
  2. Sebagai tumbuhan halofita, mangrove merupakan pusat penghisapan zat-zat hara dari dalam tanah, memberikan bahan organik pada ekosistem perairan. Merupakan proses yang penting dimana tumbuhan menjadi seimbang dengan tekanan garam di akar dan mengeluarkannya.
  3. Hutan mangrove sebagai penghasil detritus atau bahan organik dalam jumlah yang besar dan bermanfaat bag! mikroba dan dapat langsung dimakan oleh biota yang lebih tinggi tingkat. Pentingnya ‘detritus food web’ ini diakui oleh para ahli dan sangat berguna dilingkungannya. Detritus mangrove menunjang populasi ikan setelah terbawa arus sepanjang pantai.
Berdasarkan hal tersebut diatas, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggi produktivitasnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Martosubroto (1979) yaitu ada hubungan antara keUmpahan udang diperairan dengan luasnya hutan mangrove. Demikian pula hasil penelitian dari Djuwito (1985) terhadap struktur komunitas ikan di Segara Anakan memberikan indikasi bahwa perairan tersebut tingkat keanekaragamannya tinggi, dibandingkan dengan daerah Cibeureum yang dipengaruhi oleh sifat daratan. Tingginya keanekaragaman jenis ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor makanan dan faktor kompetisi.
Produksi primer bersih merupakan bagian dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa setelah beberapa bagian digunakan untuk respirasi tumbuhan yang bersangkutan. Fotosintesis dan respirasi adalah dua elemen pokok dari produksi primer bersih. Komponen-komponen produksi primer bersih adalah keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epfit seperti alga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memberikan sumbangan kepada produksi primer bersih.
Clough (1986) menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa mated yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik bam dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.
Sebagai produser primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah (Head, 1969 dalam Clough, 1982). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976).

 Hutan Mangrove di Indonesia
            Luasan hutan mangrove di dunia  15,9 juta ha dan 27%-nya atau seluas 4,25 juta ha terdapat di Indonesia (Arobaya dan Wanma, 2006). SeLuasan ini penyebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan penyebaran terluas  di Papua.  Menurut Anonim (1996) bahwa luas hutan mangrove di Indonesia sebesar 3,54 juta ha atau sekitar 18-24% hutan mangrove dunia, merupakan hutan mangrove terluas di dunia. Negara lain yang memilki hutan mangrove yang cukup luas adalah Nigeria seluas 3,25 juta ha,

Tabel 1. Luas hutan mangrove di Indonesia (Supriharyono, 2000)
No.
Wilayah
Luas (ha)
1.
Aceh 50.000
2
Sumatera Utara 60.000
3
Riau 95.000
4
Sumatera Selatan 195.000
5
Sulawesi Selatan
24.000
6
Sulawesi Tenggara
29.000
7
Kalimantan Timur
150.000
8
Kalimantan Selatan
15.000
9
Kalimantan Tengah
10.000
10
Kalimanta Barat
40.000
11
Jawa Barat
20.400
12
Jawa Tengah
14.041
13
Jawa Timur
6.000
14
Nusa Tenggara
3.678
15
Maluku
100.000
16
Irian Jaya
2.934.000
Total
3.806.119

Tabel 2. Luas hutan mangrove di Indonesia  (FAO, 2002).
Wilayah
Luas (ha)
Persen
Bali
1.950
0,1
Irian Jaya
1.326.990
38
Jawa
33.800
1
Jawa Tengah
18.700
0,5
Jawa Barat
8.200
0,2
Jawa Timur
6.900
0,2
Kalimantan
1.139.460
32,6
Kalimantan Barat
194.300
5,6
Kalimantan Tengah
48.740
1,4
Kalimantan Timur
775.640
22,2
Kalimantan Selatan
120.780
3,5
Maluku
148.710
4,3
Nusa Tenggara
15.400
0,4
Sulawesi
256.800
7,4
Sumatera 570.000 16,3
Indonesia
3.493.110
100

aktor Penyebab Rusaknya Hutan mangrove
1.      Pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi.
2.      Konversi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan (perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri, wisata dll.) tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.

  Akibat Rusaknya Hutan Mangrove
1. Instrusi air laut
            Instrusi air laut adalah masuknya atau merembesnya air laut kea rah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999). Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan  dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.

2. Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak bumi dll.

3. Penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir

4. Peningkatan abrasi pantai

5. Turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.

6. Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut dlll.

7. Peningkatan pencemaran pantai.
 Pemecahan Masalah Rusaknya Mangrove
            Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah R I telah menerbitkan Keppres No. 32 tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan  pesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang tertinggi kea rah daratan.
            Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain:
1. Penanaman kembali mangrove
            Penanaman mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan  hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini memberikan keuntungan kepada masyarakat  antara lain terbukanya peluang kerja  sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.

2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.

4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.

5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi

6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir

7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove

8. Penegakan hukum

9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat. Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat penting dilibatkan  yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain  itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-konsep lokal  (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.