TUJUAN PKLH
Pendidikan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan kesadaran dan
perlibatan masyarkat secara aktif dalam masalah-masalah lingkungan, atau
menurut Jayasurya tujuan pendidikan lingkungan hidup ialah agar para
pelajar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa
keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan kolektif
menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya masalah lingkungan.
Dalam tujuan umum (visi) pendidikan kependududkan dan lingkungan hidup
ini terkandung unsur tujuan lain (Misi) yang meliputi pembinaan unsur:
pengetahuan, kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan
keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan
pelestarisn dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Adapun tujuan khusus pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup mencakup:
a. mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat memenuhi kebutuhan dari lingkungannya.
b. Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya kini dan mendatang;
c. Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan biofisikanya;
d. Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan sumber daya alam
secara bijaksana, melindungi dan mengembangkan lingkungan menuju
pemecahan masalahnya;
e. Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan;
f. Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara bersama
dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan.
Berdasarkan tujuan di atas maka suatu program Pendidikan Kependudukan
dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup disiapkan untuk
mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek
psikomotoriknya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah
lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam
hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan
mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah
lingkungan yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mempunyai misi dalam
upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik
agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah
kependudukan dan lingkungan hidup.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) haruslah:
a. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-alami dan buatan,
bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis,
moral, estetika);
b. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan
sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap
pendidikan formal maupun non formal
c. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan
menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin
ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif
yang seimbang.
d. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang
lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat
menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang
lain;
e. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi
lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif
historisnya;
f. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan
internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan;
Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam
rencana pembangunan dan pertumbuhan;
g. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan
pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk
membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
h. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan,
ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap
tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan
tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan
tempat mereka hidup;
i. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
j. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga
diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan
untuk memecahkan masalah.
k. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning
environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan
dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang
sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand
experience).
B. Tujuan dan Manfaat PKLH sebagai Program Pendidikan
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan
ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran
“Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)”. Depdikbud merasa
perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan),
penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup
secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan
memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam
hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini
berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk
Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara
LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan
lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak
dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu,
terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No
Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan
Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus
mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan
hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru,
penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP,
SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM
maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup
melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru,
pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi,
buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri
Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama
nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan
pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama
ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan
secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Pendidikan Kependidikan dan Lingkungan Hidup (PKLH) adalah suatu program
kependidikan untuk membina anak atau peserta didik agar memiliki
pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional dan bertanggung
jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan
hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Untuk lebih memahami
konsep PKLH maka perlu dimengerti hal-hal berikut ini:
a. Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala mahluk hidup,
benda, dan daya serta manusia dengan segala perilakunya, yang saling
berhubungan secara timbal balik, dimana perubahan slah satu komponennya
akan mempengaruhi komponen yang lain.
b. Manusia
Manusia adalah mahluk yang relatif paling sempurna memiliki daya pikir,
kreatifitas, motivasi, intuisi, sikap dan hati nurani yang mendorong
untuk berbuat dan berperilaku melebihi mahluk hidup lain. Agar
keberadaan manusia dan perilakunya sebagai komponen tidak mengganggu
keseimbangan lingkungan hidup, maka seluruh potensi psikologis yang
mendasari perilakunya harus dibina melalui program pendidikan. Kemampuan
dan keterampilan yang memungkinkan seseorang dapat mengendalikan secara
rasional dan bertanggung jawab terhadap keberadaan dan pertumbuhan
dirinya sebagai penduduk bumi, serta tetap menjaga kelestarian daya
dukung lingkungan, dan sedapat mungkin untuk meningkatkannya.
c. Ilmu Kependudukan
Ilmu kependudukan (Demografi) adalah studi tentang jumlah, pertumbuhan,
persebaran, komposisi kependudukan serta bagaimana keempat faktor
tersebut berubah dari waktu ke waktu. Dalam prakteknya ilmu kependudukan
selalu berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain serta sulit dibedakan
dengan studi kependudukan. Studi kependudukan mempelajari secara
sistematis perkembangan, fenomea-fenomena dan masalah-masalah penduduk
dalam kaitannya dengan situasi sosial di sekitarnya.
d. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang memberikan
harapan untuk meunjang upaya memecahkan masalah jangka panjang. Program
pembinaan dan pengendalian Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH)
perlu dilaksanakan secara terencana, sistematik, terarah dan
berkesinambungan. Program pendidikan selalu berkembang dan maju dengan
berbagai inovasi, agar sesuai dengan aspirasi masyarakat. Dunia
pendidikan berfungsi sebagai tempat mewariskan norma dan nilai budaya
sekaligus sebagai wadah untuk memperkenalkan dan membina norma-norma
baru yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan perkembangan
kebudayaan nasional. Pada akhirnya nanti kesadaran dan perilaku yang
berwawasan kependudukan dan lingkungan hidup dapat terwujud.
Dari uraian di atas semakin jelas bahwa program Pendidikan Kependudukan
dan Lingkungan Hidup (PKLH) dirasa dan mutlak diperlukan sebagai salah
satu alternatif guna menjawab tantangan masalah kependudukan dan
lingkungan hidup yang berkembang saat ini dan yang akan datang..
Evolusi pendidikan lingkungan hidup dari dahulu sampai sekarang, tetap
mengandung pesan yang tidak berubah yakni peningkatan kesadaran,
pengetahuan, sikap, keterampilan dan partisipasi masayrakat tentang
bagaimana menjadi warga negara yang berawawasan lingkungan. Salah satu
rekomendasi yang dihasilkan adalah ”Pendidikan lingkungan hidup
hendaknya diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat secara formal
melalui sekolah-sekolah/lembaga/lembaga kependidikan dan secara
nonformal seperti melalui berbagai pertemuan atau berbagai kelembagaan
organisasi”, oleh karena itu metodologi pendidikan lingkungan yang
merupakan integral dari plekasanaan pendiidkan lingkungan hidup secara
formal harus dimiliki oleh semua lapisan masyarakat baik lapisan atas
maupun lapisan bawah. Dalam hal terutama para pembina pendidikan harus
mengetahui dan memamhami konsep pembangunan berawawasan lingkungan
adalah bagaimana setiap negara dapat terus membangun untuk mememnuhi
kebutuhan dasar manusia dengan cepat, seimbang dengan pertumbuhan
penduduk yang juga bertambah dengan cepat.
Secara lebih jelas batasan pendidikan lingkungan sebagai suatu proses
yang bertujuan untuk mengembangkan suatu penduduk dunia yang sadar dan
peduli terhadap berbagai persoalan lingkungan dan memiliki pengetahuan,
sikap, motivasi, komitmen, serta keterampilan untuk bekerja sama secara
individual atau kolektif dalam rangka memecahkan maslah-masalah
lingkungan dan mampu memecahkan timbulnya masalah baru. Tidak terlepas
dari penduduk dunia, penduduk Indonesia pun dapat mencapai tujuan
tersebut, ini jelas merupakan tugas berat bagi para pembina, bagi para
pendidik khususnya di sekolah-sekolah formal, sehingga diperlukan
strategi yang tepat.
Keberhasilan pelaksanaan PKLH ditentukan oleh kejelasan tujuan atau
sasaran yang hendak dituju. Secara umum dan operasional tujuan PKLH
adalah membina dan mengembangkan anak didik agar memiliki sikap dan
tingkah laku kependudukan serta dapat mengelola lingkungan hidup secara
rasional dan bertanggung jawab dalam rangka memelihara keseimbangan
sistem lingkungan dan penggunaan sumber alam secara bijaksana demi
tercapainya peningkatan kesejahteraan hidup baik secara spiritual maupun
materil.
Tujuan umum di atas dapat dikelompokkan menjadi dua aspek besar yang ingin dicapai, yaitu:
a. Agar anak didik mau bersikap dan bertingkah laku reproduktif yang
rasional dan bertanggung jawab melalui pembentukan keluarga kecil dalam
lingkungan hidup yang dikelola secara serasi dengan kepentingan individu
dan keluarganya sendiri.
b. Agar anak didik bersikap dan bertingkah laku rasional dan bertanggung
jawab terhadap pemecahan masalah kependudukan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilihat dari kepentingan masyarakat umum, bangsa dan
dunia secara keseluruhan.
Secara lebih terinci tujuan PKLH sebagai program pendidikan formal dan
nonformal adalah untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan tingkatan
perkembangan, kebutuhan, minat, dan kemampuan dalam hal:
a. Pengetahuan dan pengertian tentang kependudukan dan lingkungan hidup
serta berbagai kaitannya dengan manusia dan perkembangannya.
b. Kesadaran dan tanggap terhadap perubahan lingkungan dalam kaitannya dengan perubahan penduduk dan lingkungan hidup.
c. Perilaku dan etika pribadi yang menjamin hubungan yang serasi antara penduduk dan lingkungan.
d. Keterampilan dalam melihat, mengenal dan menanggapi berbagai masalah penduduka dan lingkungannya.
e. Rasa bertanggung jawab dan keinginan untuk berperan serta dalam
memecahkan masalah –masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
f. Mengevaluasi kualitas lingkungan dalam kaitannya dengan kebutuhan hidup manusia
g. Memilih alternatif dalam pengelolaan lingkungan bagi kesejahteraan penduduk tanpa merusak keserasian proses regenerasi.
h. Dasar pengetahuan bagi pengembangan kemampuan profesional dalam
pendayagunaan, pelestarian dan peningkatan daya dukung sumber daya yang
ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) memasukkan aspek
afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk
membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan
afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan
berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu dimunculkan
atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat
perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai
tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat
menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu,
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) perlu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat
meningkatkan “kemampuan memecahkan masalah”.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
a. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive,desain grafis;
b. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
c. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) dapat mempermudah
pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
a. berfikir kritis
b. berfikir kreatif
c. berfikir secara integratif
d. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik,
kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau
isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan
hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang
Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on
Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari
2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga pilar tersebut merupakan satu
kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat.
Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
a. Pilar Ekonomi
Menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap
lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan
produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha,
Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan
Perdagangan.
b. Pilar Sosial
Menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya
pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah:
Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat
pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil,
Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan.
c. Pilar Lingkungan
Menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang
berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan
sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya
udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya
mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan
Penataan ruang
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis
yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan
kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang
kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke
dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa
saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya.
Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih
benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus
melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg,
yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang
pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang
ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan
dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan
mapan selama ini.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya
pendidikan yakni suatu proses yang terus menerus, yang selalu “mulai dan
mulai lagi”, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan
proses yang sehati (inherent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu
sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari
proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak
boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang
dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat “kesadaran
naif” sampai ke tingkat “kesadaran kritis”, sampai akhirnya mencapai
tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni “kesadarannya kesadaran”
(the consice of the consciousness).
Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal
dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi
ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow
learning). Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa
untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak.
Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan
sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:
a. Aspek afektif, perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga
b. Aspek kognitif, proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain
c. Aspek sosial, perasaan diterima dalam kelompok
d. Aspek sensorik dan monotorik, bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin
e. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan
C. Pendekatan PKLH
Perlindungan terhadap sumber daya alam merupakan pertanyaan dasar atas
eksistensi setiap orang dan seluruh umat manusia. Oleh karena itu
sekolah mempunyai kewajiban untuk membangkitkan kepekaan dan kesadaran
akan lingkungan pada kaum remaja, membuka wawasan dan mendidik mereka
untuk berinteraksi dan bersikap dengan penuh tanggung jawab. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 008C/U/1975
menetapkan bahwa Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
mulai diterapkan di Sekolah Dasar (SD). Dalam Surat Keputusan tersebut
dinyatakan bahwa PKLH diajarkan tidak dalam bentuk mata pelajaran
tersendiri, tetapi dalam bentuk kesatuan dengan mata pelajaran dan
bidang studi tertentu melalui pendekatan terpadu (integratif).
Pengajaran Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) khususnya
melalui jalur pendidikan formal dapat ditempuh melalui dua pendekatan,
yaitu pendekatan monolitik dan pendekatan integratif.
a. Pendekatan monolitik
Pendekatan ini bertitik tolak dari pandangan bahwa setiap pelajaran
merupakan sebuah komponen yang berdiri sendiri dan mempunyai tujuan
tertentu dalam satu kesatuan sistem. Pendekatan monolitik dalam PKLH
berarti PKLH merupakan satu mata pelajaran yang beridiri sendiri sejajar
dengan mata pelajaran lain, diajarkan oleh tenaga pengajar (guru)
tertentu serta memiliki jumlah jam pelajaran tersendiri setiap minggunya
yang telah ditentukan pula.
Bila pendekatan monolitik diterapkan di sekolah formal, maka berabgai
kendala akan segera muncul bersamaan dengan diterapkannya pendekatan
tersebut. Kendala ini terutama menyangkut masalah kurikulum sekolah yang
sampai saat ini dirasa sudah terlalu sarat serta pelaksanaannya telah
menyita waktu pelajaran yang termasuk cukup banyak. Kendala lain
menyangkut maslah penyediaan tenaga pengajar khususnya yang telah
memiliki kompetensi dalam bidang ini. Mengingat keterbatasan dalam hal
yang telah dikemukakan di depan, maka pendekatan monolitik dalam PKLH
tidak digunakan pada jenjang pendidikan tertentu.
b. Pendekatan integratif (terpadu)
Yang dimaksud dengan pendekatan integratif (terpadu) dalam PKLH adalah
memadukan atau meyatukan materi PKLH ke dalam mata pelajaran tertentu.
Pendekatan ini muncul bertolak dari kenyataan sebagaimana telah
dikemukakan didepan bahwa bahan kurikulum sekolah yang ada sudah terlalu
sarat sehingga tidak memungkinkan lagi untuk menambah mata pelajaran
baru.
Kita semua mungkin dapat memahami bahwa dengan masuknya unsur-unsur baru
dalam kurikulum sekolah sesungguhnya semakin terasa kegunaannya bagi
para siswa. Untuk mangatasi masalah ini maka ditempuh pendekatan
integratif dengan pertimbangan bahwa unsur baru tersebut dapat
dimasukkan tanpa harus menambah jumlah mata pelajaran.
Tekhnik pengintegrasian materi PKLH sepenuhnya diserahkan kepada guru
mata pelajaran terkait. Perlu diketahui bahwa tidak semua pokok
bahasan/konsep/nilai yang dipelajari dalam mata pelajaran terkait dapat
menyerap materi PKLH. Pengitegrasian yang dipaksakan tentu akan
menimbulkan masalah baru, disamping hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Hanya pokok bahasan/konsep/nilai yang memilki
hubungan yang erat dengan PKLH. Hal ini perlu kita pahami mengingat
pengitegrasian yang diharapkan dalam PKLH adalah itegrasi konseptual
yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis berdasarkan kurikulum.
Integrasi konseptual dapat terwujud apabila materi pokok bahasan PKLH
dan mata pelajaran terkait benar-benar menyatu, saling mengisi dan
menunjang serta memperkaya pengetahuan dan pemahaman siswa. Perumusan
program yang baik belum menjamin keberhasilan pembelajaran. Masih ada
faktor lain yang turut menentukan yaitu tingkat keterlaksanaan proses
belajar mengajar serta aspek penilaian. Untuk itu seorang guru dituntut
menguasai dengan baik strategi belajar mengajar sehingga menunjang
tingkat keterlaksanaan program belajar mengajar tersebut. Pada akhirnya
pengintegrasian itupun harus tercermin pula dalam penilaian.
Pendekatan ini dilaksanakan bertolak dari kenyataan bahwa materi
kurikulum sudah terlalu banyak. Dalam pendekatan ini, materi PLH
dipadukan kedalam mata pelajaran yang dianggap relevan dalam kurikulum
yang berlaku.
Dalam sekolah diharapkan sebanyak mungkin tenaga guru yang aktif dalam
PKLH. Dengan banyaknya guru yang aktif akan memudahkan jalinan
kerjasama, baik didalam sekolah maupun diantara sekolah-sekolah dengan
lembaga-lembaga terkait dan masyarakat. Kerjasama dengan pihak luar
dapat dilakukan dengan orang tua peserta didik (agar hal-hal yang sudah
diajarkan disekolah dapat pula dibina di rumah), kemitraan dengan
Lembaga Swadaya Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat umum.
PKLH tidak terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja, melainkan
menyangkut seluruh kehidupan sekolah. Berbagai aspek kegiatan sekolah,
selalu diwarnai PKLH. Misalnya pada saat perayaan Hari Bumi (22 April),
dan Hari Lingkungan Hidup (5 Juni) dengan penanaman pohon; membahas
masalah lingkungan yang sedang terjadi seperti banjir, kebakaran hutan,
pencemaran, dll; studi lapangan dengan mengamati langsung objek
lingkungan; penataan ruang kelas dan lingkungan sekolah; gerakan
kebersihan; dan efisiensi dalam pemakaian seumber daya alam.