Sabtu, 05 Mei 2012

PKLH sebagai Program Pendidikan



PKLH SEBAGAI PROGRAM PENDIDIKAN
PKLH adalah suatu program kependudukan untuk membina anak didik memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Pengenalan program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) yang di Indonesia sudah dirintis sejak tahun 1981 yaitu ditandai dengan dibukanya jurusan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, pada Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta. Yang sekaligus merupakan bentuk respon sektor pendidikan terhadap deklarasi PBB ini sehingga semua insan pembangunan sebagai lulusan sekolah memiliki etika lingkungan. Implementasi program PKLH di sekolah (SD, SLTP, SMU) secara implisit sudah diperkenalkan melalui kurikulum 1984. Setelah sekitar 15 tahun diperkenalkan di sekolah, hasil yang dicapai belum menggembirakan. Realita sehari-hari menunjukkan hampir semua lulusan sekolah belum menampilkan kinerja “ramah lingkungan”. Secara hipotetik dapat dikatakan, program PKLH jalur sekolah “belum jalan”. Dengan logika ini, perlu dilakukan ‘pembenahan’ pada ‘tubuh’ PKLH jalur sekolah. Setelah itu, perlu dirancang dan dibuat kemasan baru program PKLH, baik dari ‘kemasan konsepsi’ maupun dari ‘kemasan implementasi’
Pendidikan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan kesadaran dan perlibatan masyarkat secara aktif dalam masalah-masalah lingkungan, atau menurut Jayasurya tujuan pendidikan lingkungan hidup ialah agar para pelajar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi dan rasa keterpanggilan (commitment) untuk bekerja secara individual dan kolektif menuju kepada pemecahan dan penecegahan timbulnya masalah lingkungan.
Dalam tujuan umum (visi) pendidikan kependududkan dan lingkungan hidup ini terkandung unsur tujuan lain (Misi) yang meliputi pembinaan unsur: pengetahuan, kesadaran, sikap keterampilan, kemampuan mengevaluasi dan keikutsertaan (perilaku) dari peserta didik dalam hubungannya dengan pelestarisn dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Adapun tujuan khusus pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup mencakup:
mengembangkan kesadaran akan perlunya individu dapat memenuhi kebutuhan dari lingkungannya.
a.       Mengembangkan kesadaran akan lingkungan dan masalahnya kini dan mendatang;
b.      Mendapatkan pengetahuan dan pengertian tentang hubungan ekologis manusia dengan lingkungan sosial budaya dan biofisikanya;
c.       Memiliki kemampuan yang diperlukan untuk penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, melindungi dan mengembangkan lingkungan menuju pemecahan masalahnya;
d.      Mengembangkan sikap, nilai dan kepercayaan yang esensial untuk meningkatkan kualitas dan konservasi lingkungan
e.       Berpartisipasi aktif, baik secara individual maupun secara bersama dalam kegiatan yang berhubungan dengan perbaikan lingkungan.

Berdasarkan tujuan di atas maka suatu program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) tidak akan cukup disiapkan untuk mengembangkan aspek kognitif dan afektif saja, melainkan juga aspek psikomotoriknya. Untuk menyiapkan pengetahuan yang didasari masalah lingkungan, tujuan dasar program PKLH untuk merubah sikap dalam hubungannya dengan situasi kegiatan mengenai masalah lingkungan dan mengembangkan keterampilan untuk memperkecil akibat buruk dari masalah lingkungan yang ada.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mempunyai misi dalam upaya pendewasaan seseorang, yang dalam hal ini adalah peserta didik agar berperilaku yang rasional dan bertanggung jawab tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup.
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) haruslah:
a.       Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas-alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
b.      Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
c.       Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
d.      Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
e.       Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
f.       Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan; Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
g.      Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
h.      Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
i.        Membantu peserta didik untuk menemukan (discover) gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
j.        Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
k.      Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first - hand experience).

PKLH harus dititikberatkan pada sisi afektif – psikomotorik sehingga siswa tak hanya memiliki ilmu tetapi juga mampu mengubah perilakunya. Mampu “melebur” dengan lingkungannya. Misalnya, siswa melihat bagaimana proses polusi air dan apa dampaknya bagi kesehatan, lalu tahu cara mencegah dan mengolah polusi itu menjadi air yang tak tercemar. Ketika melihat sampah, yang ada di dalam benaknya ialah sumber daya baru yang bahkan mampu menghasilkan uang. Air limbah pun dijadikan potensi pupuk buatan atau didaur ulang menjadi air minum lagi. Pendeknya, PKLH harus mendekatkan guru dan muridnya kepada lingkungan dan menjadi bagian dari solusi, bukan sang penimbul masalah.
Materi PKLH itu pun hendaklah dibatasi agar tak terlalu meluas sehingga menjadi persoalan biologi dan mengaburkan masalah lingkungan yang erat dengan kehidupan sehari-hari. Sebab, telah dipahami bersama bahwa lingkungan itu sangat luas dan semua orang bisa bicara soal lingkungan sesuai dengan persepsi dan latar belakang ilmunya. Kalau tidak dibatasi atau tidak didefinisikan sejak awal, wacana ini akan meluas dan di luar kendali sehingga tujuan PKLH menjadi tidak fokus atau bahkan difus (menyimpang jauh) sehingga tidak praktis dan tidak aplikatif.
Makanya definisi atau “pagar-pagar”-nya harus sudah dibuat terlebih dulu agar PKLH berhasil menjadi pendidikan lingkungan yang erat dengan kehidupan praktis keseharian guru dan murid. Misalnya berkaitan dengan air minum, air limbah, sampah, polusi udara, kesehatan, penyakit menular lewat air, udara, makanan, tanah, dll. Juga upaya sanitasi dan kesehatan lingkungan yang wajib diketahui pada tingkat dasar dan tindakan preventif-kuratif apa saja yang mesti diambil dalam suatu kasus penyakit tertentu misalnya. Inilah PKLH yang implementatif dan berpeluang membentuk perilaku guru dan murid yang berkarib dengan lingkungan, environmentaly friendly, sehingga tak sekadar berwawasan lingkungan.
PKLH ini hendaklah dilaksanakan secara bergradasi, mulai dari kelas satu SD sampai kelas tiga SMA. Tentu saja harus ada perluasan materi yang diberikan meskipun pokoknya tetap sama. Misalnya, bahasan tentang air. Di kelas satu dan dua yang perlu diberikan hanya sebatas beda air jernih, air bersih, dan air limbah atau air kotor. Di kelas yang lebih tinggi, mulai dikenalkan pada parameter kualitasnya secara sambil lalu. Di kelas yang lebih tinggi lagi bisa dikenalkan pada teknologi tradisional-konvensional, selanjutnya masuk ke teknologi madya hingga ke teknologi lanjut. Begitu pun yang berkaitan dengan sampah, udara, kesehatan lingkungan, dll.
Untuk itu seorang guru dituntut menguasai dengan baik strategi belajar mengajar sehingga menunjang tingkat keterlaksanaan program belajar mengajar tersebut. Pada akhirnya pengintegrasian itupun harus tercermin pula dalam penilaian. Pendekatan ini dilaksanakan bertolak dari kenyataan bahwa materi kurikulum sudah terlalu banyak. Dalam pendekatan ini, materi PLH dipadukan kedalam mata pelajaran yang dianggap relevan dalam kurikulum yang berlaku. Dalam sekolah diharapkan sebanyak mungkin tenaga guru yang aktif dalam PKLH. Dengan banyaknya guru yang aktif akan memudahkan jalinan kerjasama, baik didalam sekolah maupun diantara sekolah-sekolah dengan lembaga-lembaga terkait dan masyarakat. Kerjasama dengan pihak luar dapat dilakukan dengan orang tua peserta didik (agar hal-hal yang sudah diajarkan disekolah dapat pula dibina di rumah), kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat umum.
PKLH tidak terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja, melainkan menyangkut seluruh kehidupan sekolah. Berbagai aspek kegiatan sekolah, selalu diwarnai PKLH. Misalnya pada saat perayaan Hari Bumi (22 April), dan Hari Lingkungan Hidup (5 Juni) dengan penanaman pohon; membahas masalah lingkungan yang sedang terjadi seperti banjir, kebakaran hutan, pencemaran, dll; studi lapangan dengan mengamati langsung objek lingkungan; penataan ruang kelas dan lingkungan sekolah; gerakan kebersihan; dan efisiensi dalam pemakaian seumber daya alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar